Sebuah cerita dari
Afrika, India Barat, dan Karibia
Anansi, Tuan Laba-laba sudah menikah dengan Nona M’Akuba.
Mereka memiliki sebelas anak.
Sudah sangat lama Anansi
sangat menjengkelkan. Setiap hari, lagi dan lagi dan apakah kamu tahu kenapa?
Seperti yang kamu tahu, Anansi sangatlah rakus dan suka banyak makan dan minum.
Sekarang M’Akuba memiliki seekor domba yang ia besarkan sendiri sejak domba itu
masih kecil. Dia sangat mencintai dombanya dan setiap kali Anansi mulai bicara
tentang memakan domba itu, dia menjadi sangat marah. “Jangan menyentuh
dombaku!”, dia berteriak dan pergi ke dapur untuk mencuci piring.
“Bagaimana aku bisa makan domba gendut yang lezat ini,” pikir Anansi. Tiba-tiba
dia mendapat sebuah ide. Dan suatu hari ketika dia harus keluar rumah untuk
kencing dia berpura-pura bangun dari tempat tidur gantungnya dan jatuh di
lantai. “Aduh.. Aduh..,” dia berteriak, mencoba untuk bangun lagi.
“Anansi, Ayah, apa yang
terjadi,” tanya istri dan anaknya.
“Aduh, aduh, aku tidak
bisa berjalan lagi, tolong, angkat aku ke kamar kecil.” Ketika mereka telah
mengangkat Anansi kembali ke tempat tidur gantungnya, dia mulai gemetar
seolah–olah terkena demam. Nyonya M’Akuba membuatkannya bubur manis dan sup
ayam lezat tapi Anansi tetap gemetar dan merintih bahwa dia sangat sakit.
“Sekarang cukup, Aku akan
memanggil dokter!” kata M’Akuba.
“Tidak, tidak, jangan dokter, dia hanya akan
memberiku pil yang sangat mahal, kamu lebih baik pergi ke dukun, yang tinggal
di bawah pohon besar di hutan. Tapi ingat berpakaianlah dengan baik dan bawa
cukup uang, dia akan minta tiga uang dua puluh lima sen,tiga keping sepuluh sen,
dan tiga sen. Dan bawa anak-anak bersamamu, aku terlalu sakit untuk menjaga
mereka.” Itulah yang dikatakan Anansi kepada keluarganya tentang apa yang harus
dilakukan.
Segera setelah mereka
berangkat, dia melompat dari tempat tidur gantungnya dan berlari secepat
mungkin ke pohon besar di hutan. Di sana dia bersembunyi di bawah sebuah
gundukan besar dedaunan. Tak lama setelah itu keluarganya tiba dan mereka
mendengar suara, “tolong letakan uang dekat gundukan dedaunan. Kamu tidak bisa
melihatku tapi jika kamu mengatakan masalahnya padaku, aku akan mengerti jika
aku bisa menolongmu.”
Nyonya M’Akuba
menceritakan tentang penyakit Anansi dan meminta pertolongan.
“Hmmm, biarkan aku
berpikir sejenak, aku pikir aku tahu apa masalahnya, suamimu yang malang sedang
sakit karena sangat ingin makan daging domba, jadi akan lebih baik jika kamu
bisa membelikannya dengan segera, jika kamu tidak bisa aku harus berpikir lagi
untuk beberapa hari.”
“Oh, tidak, kamu tidak
harus berpikir selama itu, suamiku yang malang mungkin akan mati. Aku akan
membawakannya daging domba, terima kasih banyak yang terhormat pak dukun.”
Nyonya M’Akuba pulang bersama anak-anaknya. Dia tidak bisa pergi dengan sangat
cepat dengan sebelas anak-anaknya, seperti yang kamu bayangkan. Anansi dengan
cepat keluar dari tumpukan daun, mengambil uang dan berlari pulang, tepat waktu
berbaring menggigil dalam tempat tidur gantungnya lagi ketika keluarganya tiba.
Nyonya M’Akuba menyembelih domba kesayangannya
dan Anansi makan domba seminggu penuh sebelum dia mengumumkan bahwa dirinya
sembuh. Anak-anaknya senang mereka tidak harus mengankatnya keluar rumah lagi.
Tapi M’Akuba yang malang masih sedikit menangis
setiap dia melewati kandang di mana dombanya biasa tidur.
A story from Africa, West India, and Caribbean
Anansi,
mister Spider was married to Miss M’Akuba. They had eleven children.
Already a long time Anansi was very irritated. Every day again and do
you know why? As you know, Anansi is very greedy and likes to eat and drink a
lot. Now M’Akuba had a sheep that she
raised herself from the day it was a little lamb. She loved her sheep very much
and every time Anansi started talking about eating it, she became very angry.
“Don’t you touch my sheep!!” she shouted and went to the kitchen to wash the
dishes.
“How can I get to eat this
nice, fat sheep,” Anansi thought. Suddenly he got an
idea. And one day when he had to go to the “outhouse” to pee he pretended to
get up from his hammock and let himself fall on the floor. “Auw, auw,” he
cried, trying to get up again.
“Anansi, father, what is the matter” asked his wife and children.
”Auw, auw, my legs won’t carry me anymore, please, carry me to the
toilet.” When they had carried Anansi back to his hammock, he started shivering
as if he had a fever. Mrs. M’Akuba made him sweet porridge and delicious
chicken soup but Anansi kept on shivering and crying that he was very, very
ill.
“Now it is enough, I’m going to call the doctor!” M’Akuba said.
“No,
no, not the doctor, he will only give me very expensive pills, you better go to
the witch-doctor, who lives under the big tree in the forest. But remember to dress properly and
take some money, he will want three quarters, three ten cent pieces, and three
cents. And take the children with you, I’m too sick to look after them.” That
was what Anansi told his family to do.
As soon as they left, he jumped out of his hammock and ran as fast as he
could to the big tree in the forest. There he hid under a big pile of leaves.
Not long after, his family arrived and they heard a voice saying, “please put the
money by the pile of leaves. You can’t see me but if you tell me your problem I
shall see if I can help you.”
Mrs. M’Akuba told the voice about Anansi’s illness and asked for help.
“Hmmm, let me think a minute, I think I know what the problem is, your poor
husband is sick for longing to eat sheep meat,
so if you can buy him some he will be better soon, If you can’t I have
to think again for some days.”
“Oh, no, you don’t have to think that long, my poor husband may be dead
by then. I’ll get him sheep meat, thank you very much honoured
witch-doctor.” Mrs. M’Akuba went home
again with her children. She couldn’t go very fast with eleven children, as you
can imagine. Anansi quickly came out of the leaf-pile, took the money and ran
home, just in time to lie shivering in his hammock again when his family
arrived.
Mrs.
M’Akuba slaughtered her beloved sheep and Anansi ate sheep for a whole week
before he declared himself cured again. The children were happy they didn’t
have to carry him to the outhouse any more. But poor M’Akuba is still crying a
bit every time she passes the shed where her sheep used to sleep.
Ibu Marga & Pande Nyoman Astawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar