Kumpulan
Cerpen Padi Dumadi
karya:
Made Adnyana Ole
Padi Dumadi merupakan
sebuah buku kumpulan cerpen karya Adnyana Ole, wartawan Bali Post. Buku ini
terdiri dari delapan cerpen yang sebagian besar mengambil tema-tema tradisi,
budaya, mitos dan pertanian yang ada di Bali. Dalam buku ini, penulis ingin
mengkritisi sebuah perubahan tradisi dan budaya serta kehidupan yang terjadi di
Bali saat ini. Hal ini seperti yang terlihat pada salah satu yang berjudul
“Istriku Bernama Sri”.
Cerpen Istriku
Bernama Sri berusaha mengangkat fenomena yang terjadi di Bali akhir-akhir ini.
penulis menyuarakan sikapnya tentang berkurangnya persawahan di Bali saat ini.
Hal ini disisipkan dalam sebuah cerita tentang seorang pengusaha sukses yang
dipusingkan oleh kemunculan sawah di halaman rumahnya. Sawah itu membuat
hidupnya kacau. Namun, tidak demikian dengan istrinya, Sri. Ia bersikeras bahwa
ia sengaja menciptakan sawah itu karena sawah-sawah telah hilang. Hal ini
membuat semua orang bertanya-tanya siapa sebenarnya Sri itu. Hal ini pula
membuat orang-orang memujanya dan mengilhami nama Sri itu sebagai nama istri
semua orang.
Fenomena tentang
petani dan pertanian pada masa kini juga terselip dalam cerpen “Ah, Cuma
Lelucon Kecil” yang bercerita tentang seorang petani kaya yang dipecat bosnya
karena kekayaannya menyaingi kekayaan bosnya. Cerita ini berusaha mengajak kita
untuk menyadari bahwa pandangan masyarakat masa kini telah berubah. Petani
tidak mungkin menjadi kaya raya. Walaupun ia kaya, levelnya tetap rendah di
masyarakat. Hal ini bisa kita lihat bahwa masyarakat bali saat ini cenderung
tidak membiarkan anaknya menjadi petani. Masyarakat sekarang malah ingin
anak-anak mereka menjadi seorang guru atau PNS dan cara sukses lainnya yang
terlihat lebih terhormat menurut mereka.
Selain dua tema itu,
kebanyakan cerpen pada buku ini berusaha mengkritisi kekuatan sebuah
kepercayaan turun temurun menghadapi perkembangan global saat ini. Penulis
seperti ingin mengingatkan kita akan pentingnya sebuah kepercayaan dan tradisi.
Namun, ia juga berusaha mengingatkan perubahan yang akan terjadi pada
kepercayaan tersebut. Hal inilah yang disampaikan dalam beberapa cerpen dalam
buku ini, seperti Padi Dumadi; Capung Hantu, Dayu Bulan dan lain-lain...; Pohon
Pedang Kayu; dan Rahasia Gambuh.
Dalam cerpen Padi
Dumadi, kepercayaan turun temurun tentang asal muasal padi harus berubah ketika
hilangnya keyakinan seorang kakek, Nang Oman Pugur tentang asal muasal padi di
desanya. Ia dulu mendapatkan jawaban bahwa benih padi berasal dari kakeknya.
Hal ini dikarenakan sejarah padi di desa itu yang disebarkan dari benih hasil
panen padi yang ditanam di kuburan kakek Nang Oman Pugur untuk membayar
hutangnya yang telah meninggalkan sawahnya selama dua puluh tahun. Ternyata
padi itu menjadi padi bibit unggul dan tersebar ke seluruh sawah di daerah itu.
Namun, ketika cucu Nang Oman Pugur menanyakan hal yang sama kepada dirinya, ia
pun hanya berani menjawab bahwa benih berasal dari Tuhan. Tuhan adalah jawaban
yang paling aman untuk semua pertanyaan. Demikianlah sebuah mitos dan
kepercayaan harus kehilangan “Taksu”-nya karena perkembangan zaman dan
pengetahuan.
Tema yang sama juga
dapat ditemukan pada cerpen “Pohon Pedang Kayu” dan “Capung Hantu, Dayu Bulan
dan lain-lain....”. Kedua cerpen ini juga berkisah tentang mengkritisi kepercayaan
turun-temurun hingga tuahnya yang menjadi hilang. Kedua cerpen iini memiliki
persamaan, yaitu seorang anak yang ingin mencari jawaban atau alasan tentang
kepercayaan turun-temurun yang
diceritakan kepadanya. Dalam cerpen “Pohon Pedang Kayu”, seorang anak merasa
bersalah seumur hidup karena rasa penasarannya terhadap sebuah pot kuno yang
dipercaya memiliki tuah yang sangat dahsyat. Namun, tuah itu tiba-tiba hilang
karena pot itu dibongkar oleh anak itu untuk mengetahui kebenaran pohon mistis
yang tumbuh di dalamnya. Selanjutnya, dalam cerpen “Capung Hantu, Dayu Bulan
dan lain-lain...”, seorang anak menghilang untuk mencari tahu hilangnya “Capung
Hantu” dan mitosnya yang dulu begitu membuatnya takut sekaligus penasaran. Dari
ringkasan cerita itu, dapat kita lihat bahwa kedua cerpen ini ingin menyadarkan
kita bahwa saat ini, mitos-mitos dan kepercayaan telah banyak yang hilang
sehingga budaya mulai semakin kehilangan “Taksu”.
Cerpen “Rahasia
Gambuh” lain lagi. Cerpen ini ingin mengingatkan kita bahwa betapa pun buruknya
tokoh antagonis, ia tetaplah penting dalam sebuah cerita. Hal ini ditunjukkan
dengan pementasan gambuh yang setiap penampilannya tokoh Rahwana yang tidak
pernah mati. Hal ini membuat orang bertanya-tanya hingga akhirnya membuat sang
penari dibunuh karena dianggap mengubah cerita Ramayana. Namun, walaupun sang
penari mati, cerita itu tetap hidup demikian. Rahwana dalam pementasan gambuh
selalu tidak mati siapupun yang menarikannya.
Cerita tentang
kepercayaan juga terselip dalam dua cerpen lainnya, yaitu cerpen “Anak-anak
Hilang di Kota Kecil itu...” dan “Pawang Tikus”. Kedua cerpen itu juga
menggunakan kepercayaan turun temurun sebagai inti yang disampaikan penulis.
Dapat dikatakan, kumpulan cerpen Padi Dumadi ingin mengingatkan kita akan
kekuatan sebuah kepercayaan dan tradisi yang telah hidup di masyarakat,
khususnya di Bali. Penulis ingin menyampaikan kepada kita bahwa mitos dan
kepercayaan amat penting bagi masyarakat Bali. Dari cerpen-cerpen itu, kita
seolah diajak menyadari bahwa hilangnya taksu pulau Bali karena hilangnya
kepercayaan kita dan mitos-mitos yang mengiringi kehidupan masyarakat di Bali
sejak zaman dahulu. Cerpen-cerpen ini juga berusaha mengingatkan kita tentang
pentingnya pertanian bagi kehidupan masyarakat di Bali dan pertanian itu kini
dapat dikatakan hampir menghilang. Siapa yang akan menjaganya jika bukan
generasi kita saat ini?
Penulis: Angga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar