Kamis, 19 Mei 2016

KEKUATAN TRADISI DAN BUDAYA DI TENGAH PERKEMBANGAN GLOBAL

Kumpulan Cerpen Padi Dumadi
karya: Made Adnyana Ole

Padi Dumadi merupakan sebuah buku kumpulan cerpen karya Adnyana Ole, wartawan Bali Post. Buku ini terdiri dari delapan cerpen yang sebagian besar mengambil tema-tema tradisi, budaya, mitos dan pertanian yang ada di Bali. Dalam buku ini, penulis ingin mengkritisi sebuah perubahan tradisi dan budaya serta kehidupan yang terjadi di Bali saat ini. Hal ini seperti yang terlihat pada salah satu yang berjudul “Istriku Bernama Sri”.
Cerpen Istriku Bernama Sri berusaha mengangkat fenomena yang terjadi di Bali akhir-akhir ini. penulis menyuarakan sikapnya tentang berkurangnya persawahan di Bali saat ini. Hal ini disisipkan dalam sebuah cerita tentang seorang pengusaha sukses yang dipusingkan oleh kemunculan sawah di halaman rumahnya. Sawah itu membuat hidupnya kacau. Namun, tidak demikian dengan istrinya, Sri. Ia bersikeras bahwa ia sengaja menciptakan sawah itu karena sawah-sawah telah hilang. Hal ini membuat semua orang bertanya-tanya siapa sebenarnya Sri itu. Hal ini pula membuat orang-orang memujanya dan mengilhami nama Sri itu sebagai nama istri semua orang.
Fenomena tentang petani dan pertanian pada masa kini juga terselip dalam cerpen “Ah, Cuma Lelucon Kecil” yang bercerita tentang seorang petani kaya yang dipecat bosnya karena kekayaannya menyaingi kekayaan bosnya. Cerita ini berusaha mengajak kita untuk menyadari bahwa pandangan masyarakat masa kini telah berubah. Petani tidak mungkin menjadi kaya raya. Walaupun ia kaya, levelnya tetap rendah di masyarakat. Hal ini bisa kita lihat bahwa masyarakat bali saat ini cenderung tidak membiarkan anaknya menjadi petani. Masyarakat sekarang malah ingin anak-anak mereka menjadi seorang guru atau PNS dan cara sukses lainnya yang terlihat lebih terhormat menurut mereka.
Selain dua tema itu, kebanyakan cerpen pada buku ini berusaha mengkritisi kekuatan sebuah kepercayaan turun temurun menghadapi perkembangan global saat ini. Penulis seperti ingin mengingatkan kita akan pentingnya sebuah kepercayaan dan tradisi. Namun, ia juga berusaha mengingatkan perubahan yang akan terjadi pada kepercayaan tersebut. Hal inilah yang disampaikan dalam beberapa cerpen dalam buku ini, seperti Padi Dumadi; Capung Hantu, Dayu Bulan dan lain-lain...; Pohon Pedang Kayu; dan Rahasia Gambuh.
Dalam cerpen Padi Dumadi, kepercayaan turun temurun tentang asal muasal padi harus berubah ketika hilangnya keyakinan seorang kakek, Nang Oman Pugur tentang asal muasal padi di desanya. Ia dulu mendapatkan jawaban bahwa benih padi berasal dari kakeknya. Hal ini dikarenakan sejarah padi di desa itu yang disebarkan dari benih hasil panen padi yang ditanam di kuburan kakek Nang Oman Pugur untuk membayar hutangnya yang telah meninggalkan sawahnya selama dua puluh tahun. Ternyata padi itu menjadi padi bibit unggul dan tersebar ke seluruh sawah di daerah itu. Namun, ketika cucu Nang Oman Pugur menanyakan hal yang sama kepada dirinya, ia pun hanya berani menjawab bahwa benih berasal dari Tuhan. Tuhan adalah jawaban yang paling aman untuk semua pertanyaan. Demikianlah sebuah mitos dan kepercayaan harus kehilangan “Taksu”-nya karena perkembangan zaman dan pengetahuan.
Tema yang sama juga dapat ditemukan pada cerpen “Pohon Pedang Kayu” dan “Capung Hantu, Dayu Bulan dan lain-lain....”. Kedua cerpen ini juga berkisah tentang mengkritisi kepercayaan turun-temurun hingga tuahnya yang menjadi hilang. Kedua cerpen iini memiliki persamaan, yaitu seorang anak yang ingin mencari jawaban atau alasan tentang kepercayaan turun-temurun  yang diceritakan kepadanya. Dalam cerpen “Pohon Pedang Kayu”, seorang anak merasa bersalah seumur hidup karena rasa penasarannya terhadap sebuah pot kuno yang dipercaya memiliki tuah yang sangat dahsyat. Namun, tuah itu tiba-tiba hilang karena pot itu dibongkar oleh anak itu untuk mengetahui kebenaran pohon mistis yang tumbuh di dalamnya. Selanjutnya, dalam cerpen “Capung Hantu, Dayu Bulan dan lain-lain...”, seorang anak menghilang untuk mencari tahu hilangnya “Capung Hantu” dan mitosnya yang dulu begitu membuatnya takut sekaligus penasaran. Dari ringkasan cerita itu, dapat kita lihat bahwa kedua cerpen ini ingin menyadarkan kita bahwa saat ini, mitos-mitos dan kepercayaan telah banyak yang hilang sehingga budaya mulai semakin kehilangan “Taksu”.
Cerpen “Rahasia Gambuh” lain lagi. Cerpen ini ingin mengingatkan kita bahwa betapa pun buruknya tokoh antagonis, ia tetaplah penting dalam sebuah cerita. Hal ini ditunjukkan dengan pementasan gambuh yang setiap penampilannya tokoh Rahwana yang tidak pernah mati. Hal ini membuat orang bertanya-tanya hingga akhirnya membuat sang penari dibunuh karena dianggap mengubah cerita Ramayana. Namun, walaupun sang penari mati, cerita itu tetap hidup demikian. Rahwana dalam pementasan gambuh selalu tidak mati siapupun yang menarikannya.
Cerita tentang kepercayaan juga terselip dalam dua cerpen lainnya, yaitu cerpen “Anak-anak Hilang di Kota Kecil itu...” dan “Pawang Tikus”. Kedua cerpen itu juga menggunakan kepercayaan turun temurun sebagai inti yang disampaikan penulis. Dapat dikatakan, kumpulan cerpen Padi Dumadi ingin mengingatkan kita akan kekuatan sebuah kepercayaan dan tradisi yang telah hidup di masyarakat, khususnya di Bali. Penulis ingin menyampaikan kepada kita bahwa mitos dan kepercayaan amat penting bagi masyarakat Bali. Dari cerpen-cerpen itu, kita seolah diajak menyadari bahwa hilangnya taksu pulau Bali karena hilangnya kepercayaan kita dan mitos-mitos yang mengiringi kehidupan masyarakat di Bali sejak zaman dahulu. Cerpen-cerpen ini juga berusaha mengingatkan kita tentang pentingnya pertanian bagi kehidupan masyarakat di Bali dan pertanian itu kini dapat dikatakan hampir menghilang. Siapa yang akan menjaganya jika bukan generasi kita saat ini?
                                                                                                  Penulis: Angga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar